mahasiswa perikanan
Mahasiswa perikanan yang kreatif
Sudah menjadi rutinitas bagi mahasiswa konsntrasi IPA bergelut dengan hal-hal teknis semisal praktek lapang dan praktek di laboratorium. Waktu begitu sempit tatkala mahasiswa dijejali dengan banyaknya tugas laporan yang pengerjaannya hanya 1 hingga 2 hari. Belum lagi tugas dosen yang menumpuk. Seminggu yang terdiri dari tujuh hari seakan hanya hitungan jam. Akhir pecan terkadang tak dapat dinikmati. Pasalnya masih ada tugas utama seperti mencuci dan bersih-bersih rumah ataupun kamar. bagi mereka yang merasakan hal ini,waktu betul bagaikan pedang. Terlambat sedikit, tugas baru bakal datang menusuk pikiran.
Dalam keterangannya di sebuah harian nasional, pengamat pendidikan Mochtar Buchori menilai kebijakan pendidikan nasional saat ini masih tidak jelas, memang. Hanya berkutat pada hal-hal yang sifatnya teknis, dan belum menyentuh persoalan-persoalan substansial. Bila seperti ini menurut mantan Rektor IKIP
Kerinduan akan pendidikan yang otonom seakan masih jauh dari harapan. Akibat terlalu banyak kepentingan. Sehingga pendidikan tidak independent, dan dijadikan derivasi untuk pembangunan ekonomi. Yang tentu hanya menguntungkan segelintir orang saja. Akibatnya bermunculanlah pendidikan alternative.
Bagaimana menyikapinya ?.bagi kita mahasiswa perikanan saatnya mengembangkan daya kritis agar mampu masuk dalam kompetisi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Jangan biarkan diri terpasung pada pendidikan yang konservatif. Hanya orang berduit saja yang mampu melanjutkan pendidikan.Praktik monopoli pendidikan sudah usang (ingat mengapa bermunculan pendidikan alternative ?). Pengetahuan mahasiswa strata satu tidak boleh melampaui strata dua dan seterusnya. Sadari bahwa praktik seperti itu sudah usang. Kalau mampu mengapa tidak?. Sekarang kita berada dalam era kolaborasi yang berlandaskan “keterbukaan”.
Kuncinya kreatif, inovatif dan kritis terhadap setiap perubahan. Pendidikan seharusnya tidak lagi membelenggu daya kreatif pembelajarnya. Karena hanya dengan “kemerdekaan” ilmu pengetahuan yang kita peroleh mampu menopang kemajuan dan pertumbuhan ekonomi bangsa, bukan sebaliknya.
Berpikir Glokal
Saatnya manusia andalan Negara tercinta ini mengembangkan pengetahuannya sehingga tetap berperan sebagai tuan rumah di rumah sendiri. Mengembangkan diri dan mampu berkompetisi dengan bangsa lain. Untuk itu mari berpikir ‘glokal’, yaitu menguasai cara piker dan perilaku local untuk memenangkan kompetisi global. Tidak harus menjadi kebarat-baratan untuk meng-glokal. Tidak perlu selalu berorientasi ke luar negeri sampai bersikap seperti “kacang akan lupa kulitnya”.
Saat bule-bule mempelajari budaya dan potensi sumber daya alam kepulauan dan perairan spermonde misalnya, kita cuek saja melihat tindakan dan prilaku mereka. Bahkan tidak berminat. Inilah sikap yang merupakan awal kekalahan kita dari bangsa lain. Kita mesti jagoan di rumah sendiri, tahu detil Negara sendiri. Update dengan hasil penelitian sumber daya negeri sendiri dan kenal bagaimana cara mengembangkannya. Cara kita mengembangkan inilah yang membutuhkan kesesejaran dengan dunia luar. Di sinilah fungsi pendidikan. Mengajarkan keterampilan, kefasihan dan kelancaran mengakses dunia luar. Mengajarkan kepemimpinan dan mempengaruhi bangsa lain melalui kekuatan bekomunikasi, mendengar, meriset dan mengemukakan pendapat. Saatnya berpikir bahwa kita adalah pemain global, melihat dunia sebagai dusun global yang tidak berbatas. Karena hanya dengan berpikir global kita mampu mengembangkan dan memenuhi kebutuhan local. Dan dengan itu kitapun mampu mendirikan industri yang berbasiskan kreativitas, keahlian dan bakat individual. Tidak menjadi tamu di rumah sendiri. Cayoo..!!!
(Terinspirasi dari rubrik Karier harian kompas dan ditulis saat PKL 72 hari di Barru bersama “Eryl bin Saharuddin”)
0 komentar: to “ mahasiswa perikanan ”
Posting Komentar