ramsis rumahku
Ramsis, Kultur Kampus yang Hilang
Asrama mahasiswa Unhas, Ramsis. Sebuah rumah. Bukan pondokan, wisma, apalagi hotel. Rumah penuh suka duka, sukar dilupakan bahkan ditinggal pergi. Gedung usang berlantai dua dan tiga dengan tradisi, keeratan hubungan, dan interaksi kekeluargaan para penghuninya telah dibentuk serta diarahkan oleh pendahulu Ramsis. Kekayaan, kekuasaan dan status tidak berlaku disini. Keberagaman penghuninya menyatu sebagai mahasiswa rantau dengan menu mie instant saat pagi dan mala hari, demi perjuangan dalam menempuh pendidikan.
Di rumah kami, berbaur berbagai suku dan latarbelakang yang berbeda-beda. Namun itu semua menyatu di Ramsis RT I EFGH. Hidup dengan kekurangan air adalah biasa bagi kami. Karena rumah kami bukan pondokan, wisma, apalagi hotel. Walau hanya dengan cuci muka dan menyikat gigi berangkatlah penghuninya mengais ilmu di kampus yang jaraknya hanya sepelemparan batu. Maklum, pagi ini air belum juga mengalir. Hanya mereka yang teguh jiwanya mampu menjalani hari-hari ramsis. Bagi kami “it’s make being Happy”. Karena selalu krisis air kami pun selalu mandi dan mencuci bersama puluhan mahasiswa lain bertelanjang dada mengerumuni bak penampungan air layaknya di desa. Maklum kebanyakan kami adalah orang desa. Bercengkrama, bercanda, berbagi pengalaman dan tentu berbagi satu dua ember air untuk mandi. Bergosip sampai urusan cinta dikupas tuntas hingga tak sadar kalau air bak sudah mengering.
Hari berganti bulan. Air masih saja menjadi barang mahal bagi kami. Tapi Ramsis tetap rumah yang tak bisa ditinggalkan. Dia bukan pondokan, wisma atau penginapan. Saat kiriman orang tua tak kunjung tiba. Kami tidak terlalu khawatir akan uang yang didewakan oleh mereka para kapitalis.
Untuk urusan makan. Warga RT I EFGH bersyukur memiliki pace dan mace Abdi. Dengan sabar selalu melayani mahasiswa siang dan malam mulai persoalan gelas, air minum dan ‘ngutang” di warung kecilnya. Menu masakan di warung-warung luar ramsis mungkin lebih komplit, tapi cinta dan kasih sayang mace membuat masakan ramsis lebih terasa sedapnya.”Mak nyuuss”!, kata pembawa acara wisata Kuliner Bondan Winarno di salah satu stasiun TV swasta.
Buku. Buku adalah barang vital sebagai seorang mahasiswa. Namun sekali lagi tak perlu khawatir, ramsis dihuni oleh mahasiswa yang berasal dari hampir semua fakultas dan jurusan yang ada di Unhas. Sehingga kita tidak hanya di bisa dipinjamkan tapi juga berbagi ilmu, mulai mata kuliah hingga pengetahuan demi menambah wawasan. Maklum, selain beragam fakultas, di rumah kami juga banyak tinggal mahasiswa yang rajin mengkritik kebijakan pemerintah juga mahasiswa yang dipercaya menjadi asisten dosen bahkan dosen yang kebetulan menempuh pendidikan di pasca sarjana Unhas Mahasiswa asal Sumatera, Jawa, Kalimantan, Lombok, Maluku, Papua, NTT berkumpul dan menyatu di rumah kami, Ramsis. Bahkan mahasiswa asing pun sempat tinggal di awal terbentuknya Ramsis. Mahasiswa asal
Kami mahasiswa rantau yang tinggal di ramsis. Dan memang hanya mahasiswa daerah yang bisa tinggal di ramsis, bukanlah anak manja. Bukan anak malas yang kalah akan peradaban kehidupan masyarakat
Buat teman-temanku di ramsis selamat berjuang…..!!!
AKU CINTA RT INI